Laman

Senin, 17 Maret 2014

10 Etika Bekerja Orang Jepang

JEPANG merupakan contoh menarik perpaduan harmonis antara modern dan tradisional. ‘’Negeri matahari terbit’’ ini tidak hanya memancarkan sinar kemajuan industri dan teknologi, melainkan juga memiliki keunikan budaya yang tak tenggelam di tengah arus modernisasi. Jangan kaget jika di negeri dengan ekonomi terbesar kedua dunia ini Anda menjumpai segala sesuatunya berbeda secara fundamental. Budaya Jepang dalam banyak hal bersumber pada spirit Konfusianisme dan Shintoism sangat mewarnai kehidupan sosial dan etos bisnis. Jepang memiliki budaya konteks tinggi yang sangat berbeda, khususnya dengan budaya Barat, yang lebih egaliter dan terbuka.

  • Etika Muka Serius Tanpa Ekspresi
Anda tidak akan pernah melihat muka-muka datar tanpa ekspresi, seperti yang Anda lihat di kantor-kantor Jepang. Sesekali mungkin ada karyawan yang tertawa, tetapi para pekerja pada umumnya akan menunjukkan ekspresi muka yang datar dan serius, khususnya saat meeting. Mereka berbicara dengan nada yang rendah dan teratur. Mereka bahkan kerap menutup mata ketika mendengar dan memperhatikan pembicara—kebiasaan ini sering disalahartikan oleh orang asing yang tidak mengerti, sebagai tanda kebosanan.
  • Etika Mengalah pada yang Lebih Tua
Sudah merupakan kebiasaan dalam meeting di Jepang untuk selalu memberi kesempatan pada orang yang lebih tua dan mempunyai jabatan tertinggi untuk memberikan pendapat atau komentar terlebih dahulu. Orang yang lebih tua juga selalu paling diperhatikan pendapat dan nasihatnya. Ketika membungkuk—tradisi menyapa Jepang—kita harus selalu membungkuk lebih dalam kepada orang-orang yang lebih senior.
Pelajaran yang bisa diambil: Budaya bisnis Jepang menghargai mereka yang lebih senior untuk kebijaksanaan dan pengalaman yang mereka bagikan ke perusahaan. Di Jepang, umur adalah sama dengan pangkat. Jadi, semakin tua seseorang, semakin dianggap penting pulalah dia.

  • Bagaimana Memuji Seseorang di Tempat Kerja
Semangat kerja kita akan semakin meningkat jika mendapat pujian. Ada berbagai ungkapan untuk memuji seseorang. Misalnya, 「さすが」 sasuga berarti “Persis seperti harapan saya”; 「いいですね」 ii desu ne berarti “Bagus sekali”; 「すばらしい」 subarashii berarti “Hebat!” dan 「お見事」 o-migoto berarti “Luar biasa!”. Tapi berhati-hatilah karena pujian seperti ini mungkin tidak hanya berdampak positif, tapi dapat juga menyebabkan memburuknya hubungan. Jika Anda secara sembarangan mengulang pujian tersebut, bisa jadi akan terdengar seperti sindiran ketimbang pujian, atau malah mengisyaratkan bahwa Anda menyalahkan atau meremehkan orang lain. Harap ingat pula dua aturan dasar berikut: Saat Anda memuji seseorang, lakukan di depan orang lain dan saat menegur, lakukan ketika tidak ada orang di sekitar Anda.
  • Kebiasaan umum di Jepang dalam perkenalan, menyambut, atau memberi salam adalah dengan ‘’membungkuk’’. 
Menyambut dan memberi salam hendaknya dilakukan dengan sopan dan penghormatan yang wajar. Jika relasi Anda membungkuk, pastikan bahwa Anda membalasnya, membungkuk serendah yang dilakukan oleh relasi Anda. Dalam hal tertentu, cukup dengan berjabat tangan. Dalam perkenalan, jangan menyapa relasi Jepang Anda dengan nama depannya. Orang Jepang lebih suka menggunakan nama belakangnya. Gunakan sebutan Mr, Mrs, atau menambah san pada nama keluarga. Misalnya, Mr. Hiroshima atau Hiroshima-san. 

  • Pertukaran kartu nama (business card). 
Saling tukar kartu nama atau ‘’meishi’’ merupakan kebiasaan yang penting di Jepang. Pembicaraan bisnis selalu diawali dengan pertukaran kartu nama. Pemeo mengatakan, bisnis belum dapat dimulai sampai ada pertukaran kartu nama. Gunakan dua tangan pada waktu menyerahkan kartu, demikian pula sebaliknya ketika menerima. Pertukaran kartu nama dilakukan setelah ritual salam membungkuk usai dilaksanakan. Pada waktu menerima kartu nama dari calon relasi bisnis, tunjukkkan bahwa Anda telah mengamatinya dengan cermat dan saksama sebelum menaruhnya di atas meja atau memasukkannya dalam card case. Jangan memasukkan kartu ke dalam dompet, kantong celana, atau menulis pada kartu yang Anda terima. Tindakan ini dipandang sebagai tindakan tidak respek dan sopan. Kartu hendaknya dicetak dalam dua bahasa, di satu sisi bahasa nasional Anda dan pada sisi sebaliknya dengan bahasa Jepang. Hal ini untuk menunjukkan kemauan kuat Anda untuk berkomunikasi dengan relasi Jepang Anda.
 
  • Pertukaran cenderamata atau oleh-oleh.  
Membawa dan memberikan oleh-oleh merupakan bagian warisan budaya bisnis Jepang tempo dulu yang sangat penting. Pada era bisnis Jepang kontemporer, meskipun membawa oleholeh tidak lagi menjadi keharusan, hal itu tetap dihargai sebagai bagian dalam etika bisnis Jepang. Namun, harus diingat, jangan membawa cenderamata terlalu besar, sebab dapat dianggap sebagai “sogokan’’. Cenderamata itu sendiri sebenarnya tidaklah terlalu penting. Yang lebih penting dari itu adalah prosesi dan nuansa yang terjadi di balik tukar-menukar cenderamata itu. Cenderamata harus selalu dibungkus secara cermat. Jangan menggunakan kertas bungkus dengan warna putih polos karena menyimbolkan kematian. Penyerahan cenderamata hendaknya dilakukan pada akhir pertemuan atau kunjungan. Penyerahan dilakukan dengan dua tangan, demikian sebaliknya pada waktu menerima.
 
  • Ketepatan waktu. 
Masyarakat Jepang dikenal sebagai masyarakat dengan budaya tepat waktu yang tinggi. Terlambat dalam suatu pertemuan bisnis dianggap tidak menghargai. Datang lima menit lebih awal merupakan praktek yang umum.
 
  • Penampilan dan busana. 
Orang Jepang dikenal sangat konservatif soal pakaian. Mereka sangat menghargai seseorang yang berpakaian pantas sesuai dengan status dan posisinya atau bahasa kerennya, dress to impress. Dalam acara bisnis, jangan mengenakan pakaian casual. Laki-laki sebaiknya memakai business suits warna gelap konservatif. Wanita dianjurkan tidak memakai celana panjang karena dinilai kurang sopan dan memberi kesan ofensif.
 
  • Jamuan bisnis. 
Orang Jepang hampir tidak pernah mengundang jamuan di rumah. Jamuan bisnis umumnya diadakan di restoran. Biasanya tuan rumah akan memilih menu dan membayarnya. Perlu dicatat, memberikan tip bukan hal yang lumrah di Jepang.
 
  • Privasi dan body language. 
Masyarakat Jepang sangat menghargai privasi dan merasa nyaman dengan sikap tenang. Dalam berbicara atau negosiasi, hindari sikap dan gerakan-gerakan tangan yang berlebihan. Orang Jepang tidak bicara dengan tangan. Menunjuk dianggap tindakan yang tidak sopan. Jangan pula menggunakan isyarat ‘’OK’’ dengan tangan, karena di Jepang berarti uang. Hindari simbol-simbol angka 4 (empat). Masyarakat Jepang mempercayai angka 4 sebagai angka dan nasib buruk (bad luck) karena bunyi bacaan shi punya kesamaan arti dengan kematian.

sumber: http://ilhammohamad.blogspot.com/2012/10/etika-bisnis-orang-jepang.html
http://www.imccsub.com/tentang-jepang/jepang-modern/177-etika-bekerja-di-perusahaan-jepang.html